KEBERADAAN Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dalam dua hari terakhir menjadi perbincangan publik setelah pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) mengambil-alih pengelolaan kawasan wisata berkonsep budaya Indonesia itu. Peralihan pengelolaan TMII diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2021. Kini, TMII akan dikelola oleh negara melalui Kementerian Sekretaris Negara setelah 44 tahun dikelola Yayasan Harapan Kita milik keluarga Cendana.

TMII tergolong salah satu objek wisata favorit warga Jakarta dan sekitarnya dalam mengisi hari libur. Dikutip dari laman www.tamanmini.com, TMII merupakan suatu kawasan taman wisata bertema budaya Indonesia yang berlokasi diJakarta Timur. Areanya seluas kurang lebih 150 hektare atau 1,5 kilometer persegi.

Di TMII terdapat anjungan daerah yang mewakili suku-suku bangsa yang berada di 33 provinsi Indonesia. Anjungan provinsi ini dibangun di sekitar danau dengan miniatur Kepulauan Indonesia, secara tematik dibagi atas enam zona; Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Tiap anjungan menampilkan bangunan khas setempat.

Di tengah-tengah TMII terdapat sebuah danau yang menggambarkan miniatur kepulauan Indonesia di tengahnya, kereta gantung, berbagai museum, dan Teater MAX Keong Mas dan Teater Tanah Airku, berbagai sarana rekreasi ini menjadikanTMIII sebagai salah satu kawasan wisata terkemuka di Ibu Kota. Dulunya, lahan TMII merupakan daerah persawahan dan perladangan milik masyarakat. Lalu kemudian ditransformasikan menjadi kawasan wisata.

TMII dibangun pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Adalah Siti Hartinah Soeharto atau akrab dipanggil Ibu Tien Soeharto, yang memiliki gagasan membangun kawasan wisata TMII. Prakarsa itu diilhami oleh pidato Presiden Soeharto tentang keseimbangan pembangunan antara bidang fisik-ekonomidan bidang mental-spiritual.

Selaku Ketua Yayasan Harapan Kita (YHK) yang berdiri pada tanggal 28 Agustus 1968, Ibu Tien Soeharto menyampaikan gagasan pembangunan Miniatur Indonesia pada rapat pengurus YHK pada 13 Maret 1970 di Jalan Cendana Nomor 8, Jakarta Pusat. Ibu Tien Soeharto menyampaikan gagasan berupa bangunan utama bercorak rumah-rumah adat yang dilengkapi dengan pergelaran kesenian, kekayaan flora-fauna, dan benda budaya lain dari masing-masing daerah yang ada di Indonesia.

Gagasan itu dilandasi oleh suatu keinginan untuk membangkitkan kebanggaan dan rasa cinta terhadap bangsa dan Tanah Air, serta untuk memperkenalkan Indonesia kepada bangsa-bangsa lain di dunia. Gagasan tersebut semakin mantap setelah Ibu Tien selaku ibu negara menyertai perjalanan kerja Presiden Soeharto ke berbagai negara, dimana ia mendapat kesempatan mengunjungi objek-objek wisata di luar negeri, diantaranya Disneyland Amerika Serikat dan Timland di Muangthai, Thailand.

Kunjungan Ibu Tien Soeharto ke objek-objek wisata tersebut mendorongnya untuk mewujudkan ide ke dalam suatu proyek dengan membuat taman tempat rekreasi yang mampu menggambarkan kebesaran dan keindahan Indonesia dalam bentuk yang mini. Pada tanggal 30 Januari 1971, tepatnya pada saat penutupan Rapat Kerja Gubernur, Bupati, dan Walikota seluruh Indonesia di Istana Negara, Ibu Tien Soeharto didampingi Menteri Dalam Negeri saat itu, Amir Mahmud, untuk pertama kalinya memaparkan maksud dan tujuan pembangunan Miniatur Indonesia “Indonesia Indah”.

Berbagai saran, tanggapan,dan pemikiran dari berbagai kelompok masyarakat pun muncul, yang sebagian besar mendukung pembangunan proyek tersebut. Pada tanggal 11 Agustus 1971, dengan surat YHK Ibu Tien Soeharto menugaskan Nusa Consultans untuk membuat rencana induk dan studi kelayakan. Tugas itu selesai dalam waktu 3,5 bulan.

Awalnya, lokasi pembangunan TMII direncanakan di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, di atas tanah seluas 14 hektare. Namun Gubernur DKI Jakarta yang saat itu dijabat Ali Sadikin menyarankan agar lokasi pembangunan TMII dipindah ke daerah sekitar Pondok Gede, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Alasannya, di sana tersedia lahan seluas kurang lebih 100 hektare. Selain lebih luas, lokasi itu juga mengikuti perkembangan kota Jakarta di kemudian hari.Akhirnya, pada tanggal 30 Juni1972 proyek TMII dimulai.

Rancangan bangunan utama berupa peta relief Miniatur Indonesia berikut penyediaan airnya, Tugu Api Pancasila, bangunan Joglo, dan Gedung Pengelolaan disiapkan oleh Nusa Consultants berikut pembuatan jalan dan penyediaan kavling tiap-tiap bangunan.Rancangan bangunan lain, seperti bangunan khas tiap daerah, dikerjakan oleh berbagai biro arsitek, Nusa Consultants hanya membantu menjaga keserasian secara keseluruhan. Hanya dalam kurun waktu tiga tahun, pembangunan TMII tahap pertama dinyatakan selesai. Pada tanggal 20 April 1975, Taman Mini Indonesia Indah diresmikan pembukaannya oleh Presiden Soeharto.

Namun sebenarnya tidak mudah mewujudkan keinginan Ibu Tien Soeharto itu. Gelombang penolakan dari berbagai kalangan terus bermunculan. Penolakan datang baik dalam bentuk diskusi-diskusi maupun turun ke jalan yang dimotori mahasiswa. Mahasiswa berpendapat saat itu Indonesia belum membutuhkan “taman” yang nilainya cukup mewah. Apalagi Ibu Tien sempat melontarkan pernyataan bahwa TMII butuh dana Rp10,5 miliar. Dengan anggaran sebesar itu jelas TMII tergolong proyek mercusuar dan terlalu mewah pada saat itu. Mahasiswa menganggap anggaran untuk proyek TMII lebih baik dan bermanfaat jika digunakan untuk mengembangkan pendidikan, ekonomi, atau sarana publik.

Tapi boleh dibilang beruntung proyek itu berada di wilayah DKI Jakarta yang saat itu dipimpin oleh Ali Sadikin, yang dijuluki Gubernur “Keras Kepala”. Pria yang akrab disapa Bang Ali bahkan sampai harus meladeni mahasiswa berjam-jam untuk berdebat soal proyek TMII. Pada suatu ketika, Bang Ali baru tiba dari Manila, Philipina. Badan tentu masih terasa lelah akibat kurang istirahat. Namun mahasiswa ngotot segera ingin bertemu terkait pembangunan TMII. Bahkan saat masih di Manila pun, Bang Ali sudah mendapat telepon dari stafnya yang mengabarkan mahasiswa gelisah di Jakarta.

Akhirnya, meski rasa lelah belum hilang, Bang Ali dengan tangan terbuka menerima sekitar 200 perwakilan mahasiswa dari berbagai universitas di gedung DPRD DKI Jaya. Mereka berasal dari Jakarta, Bandung, dan kota besar lainnya. Para mahasiswa menyampaikan protes rencana pembangunan TMII. Bang Ali dan mahasiswa pun berdialog dan berdiskusi.

Saat dialog serangan mahasiswa sangat gencar, tapi Bang Ali tetap sabar karena berfikir demi kepentingan Jakarta. Dalam proyek TMII Bang Ali memang ditunjuk menjadi wakil ketuaproject officer, karena lokasinya berada di DKI Jaya. Sedangkan Ketuanya dijabat Ali Murtopo.

Di hadapan mahasiswa Bang Ali secara gamblang menerangkan, bahwa rencana pembuatan taman seperti TMII sudah lama ada dalam master plan Jakarta dan menjadi program Pemda DKI. Ide pembangunan taman dengan konsep TMII sudah ada sejak era Soemarno Sosroatmodjo yang menjabat Gubernur DKI periode 1966-1966. Saat itu taman yang dimaksud bernama Taman Bhineka Tunggal Ika, dimana saat ini nama itu dipakai untuk taman kotadi Jalan Panglima Polim II, Kebayoran Baru.

DKI saat itu sulit mewujudkan Taman Bhineka Tunggal Ika karena ketiadaan dana. Pemda DKI saat itu tidak punya uang, sehingga menyambut baik begitu YHL yang diketuai IbuTien Soeharto menyatakan siap melaksanakan dan membiayai proyek TMII itu. Apa salah Pemda DKI menerima? Tidak ada alasan gubernur DKI menolaknya. Malahan itu menguntungkan masyarakat Jakarta,” tukas Bang Ali saat itu.

Memang, proyek TMII pada akhirnya tidak sepenuhnya dibiayai YHK. Ibu Tien meminta dukungan dari para gubernur untuk membantu pembangunan TMII. Ibu Tien juga menginstruksikan kepada para gubernuragar mengumpulkan dana sekitar Rp40 juta sampai Rp50 juta dari pengusaha. Saat itu, Ibu Tien menyakinkan para gubernur bahwa proyek TMII bukan proyek mercusuar karena proyek ini menyangkut kehidupan masyarakat. Nantinya, di TMII akan dipamerkan industri kerajinan rakyat.

Tapi apapun argument Ibu Tien, mahasiswa tetap bersikukuh menolak proyek TMII dan minta pembangunan kampus didahulukan. “Oke. Saya setuju jika ada yang mau mendahulukan pembangunan kampus. Tapi, mana program rencananya? Dan siapa yang akan membangun itu? Ajukan kepada saya, nanti saya beri tanah,”tantang Bang Ali dalam debat.

Pertemuan Bang Ali dengan ratusan mahasiswa waktu itu memang berlangsung seru dan lama atau sekitar empat jam, mulai pukul 10.00 sampai dengan pukul 14.00 siang hari. Meski terkesan membela Ibu Tien Soeharto dalam proyek TMII, namun Bang Ali menegaskan dirinya merasa tidak ditunggangi Ibu Tien Soeharto. “Saya punya karakter. Saya tidak akan mau ditunggangi orang, oleh siapa pun. Saya tidakmau,” tegas Bang Ali di hadapan mahasiswa.

Meski mendapat tantangan keras mahasiswa, proyek TMII tidak akan dibatalkan. Mengapa? Karena sudah dijamin Presiden Soeharto. Hal itu sudah diungkapkannya di depan pers dan dewan. Bang Ali juga sudah melihat gelagatnya, siapa saja yang menentang, menghalangi, apalagi membuat onar terkait proyek TMII, akan ditindak tegas karena dianggap menentang pemerintah pusat.

(Sumber: sindonews.com)