MANADO – Peringatan Hari Pahlawan tahun ini dijadikan momentum oleh Kantor Wilayah Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Sulawesi Utara (Kanwil ATR/BPN Sulut) dalam memerangi mafia tanah.

Salah satunya lewat seminar bertemakan ‘Jadilah Pahlawan Dalam Memerangi Mafia Tanah di Sulawesi Utara’ yang digelar di Aryaduta Hotel, Kamis (10/11/2022) kemarin.

“Di momentum hari pahlawan ini, kami mau mendorong masyarakat untuk mengenali dan melaporkan jika menemui praktek-praktek mafia tanah,” ujar Kepala Bidang Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kanwil ATR/BPN Sulut, Rahmat Nugroho.

Menurutnya, dukungan dari semua elemen masyarakat sangat dibutuhkan BPN untuk memerangi aksi mafia tanah. Informasi-informasi terkait persoalan pertanahan dari masyarakat sangat penting agar segera dapat ditindaklanjuti.

“Seminar ini merupakan salah satu wujud komitmen Kementerian ATR/BPN memerangi mafia tanah. Kita diajak untuk menjadi pahlawan masa kini, khususnya di bidang pertanahan untuk memerangi mafia tanah di Sulawesi Utara,” ungkapnya.

Sementara itu, Koordinator Serdadu Anti Mafia Tanah Sulawesi Utara, Risat Sanger menyampaikan, kebutuhan atas tanah dan nilainya yang semakin tinggi melatarbelakangi maraknya kasus mafia pertanahan.

“Seringkali kita mengetahui keberadaan mereka namun sulit dibuktikan karena sindikat pertanahan ini punya kekuatan dan permodalan yang besar,” beber Risat.

Dikatakannya, objek yang sering menjadi target incaran para mafia tanah ini berupa tanah yang lokasinya strategis dan punya rencana pengembangan kedepannya, misalnya untuk membuka jalan tol atau proyek strategis lainnya.

“Modus para pelaku diantaranya melakukan pemalsuan dokumen, mencari legalitas di pengadilan, rekayasa perkara, koalisi dengan oknum aparat,” tukasnya.

Selain itu, modus kejahatan korporasi seperti penggelapan dan penipuan, pemalsuan kuasa pengurus hak atas tanah, melakukan jual beli tanah seolah-olah formal, serta menghilangkan warkah tanah kerap kali dilakukan para mafia ini.

Berbagai unsur masyarakat hadir dalam seminar yang digelar oleh Kanwil ATR/BPN Sulut, kemarin. (FOTO: Fernando Rumetor)

Sejauh ini, kata Risat, Kementerian ATR/BPN sudah menangani sekira 185 kasus terkait dengan pertanahan yang terindikasi ada campur tangan dari mafia tanah. 

Sepanjang Januari hingga Oktober 2021, satgas mafia tanah menangani 69 perkara, dari angka tersebut sudah ada 61 penetapan tersangka, dan hanya 29 tersangka yang dilimpahkan ke jaksa untuk proses persidangan.

“Kementerian ATR/BPN juga sudah memberikan sanksi kepada 125 oknum pegawai BPN yang terlibat dalam praktek mafia tanah,” ucap Risat.

Mafia tanah, lanjut dia, merupakan kejahatan pertanahan yang melibatkan sekelompok orang yang saling bekerja sama untuk memiliki atau menguasai hak orang lain secara tidak sah.

“Para pelaku menggunakan cara-cara yang melanggar hukum. Secara terencana, rapi dan sistematis. Aksi-aksi ini sering memicu terjadinya konflik atau sengketa yang menimbulkan korban jiwa,” tuturnya.

Sejak dinakhodai Mantan Panglima TNI, Hadi Tjahjanto, Kementerian ATR/BPN memulai identifikasi oknum mafia tanah, bahkan membuka ruang bagi para pemangku kepentingan untuk berkomunikasi terkait masalah-masalah agraria.

“Dengan menjadi pahlawan memerangi mafia tanah, maka setiap masyarakat ikut berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara,” kata Risat.

Sementara itu, Kepala Kantor Pertanahan Kota Bitung, Budi Tarigan mengungkapkan masalah pertanahan yang paling rawan dimanipulasi oleh oknum mafia tanah adalah bidang tanah yang belum terpetakan.

“Ini rawan terjadi tumpang tindih sertifikat, seperti sertifikat ganda, dan bidang tanah yang memiliki lebih dari satu sertifikat. Akar karena banyak sekali bidang tanah yang belum terpetakan,” ujarnya.

Untuk memerangi mafia tanah, menurut Budi BPN sudah melakukan reformasi di berbagai bidang, diantaranya memperkuat sistem, dan mental penyelenggara agar tidak mudah digunakan oleh mafia tanah.

“Salah satu unsur utama mafia tanah yaitu memanfaatkan memanfaatkan dan sistem peradilan untuk mengambil keuntungan dari permasalahan pertanahan,” tukas Budi. (Fernando Rumetor)