MANADO – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara (Kejati Sulut) kembali berhasil menyelesaikan tiga kasus perkara pidana umum dengan restorative justice (RJ).
Adapun 3 perkara yang selesai ditangani berasal dari Kejaksaan Negeri Bitung, Kejaksaan Negeri Kepulauan Talaud dan Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan.
RJ ini dilaksanakan secara virtual oleh Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara Dr. Transiswara Adhi, dan Koordinator Paris Manalu, selaku Asisten Bidang Tindak Pidana Umum serta para Kasi Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Asep Nana Mulyana, dan Direktur Oharda Nanang Ibrahim Soleh.
Ekspose Perkara Restorative Justice (RJ) tersebut salah satunya yang berasal dari Kejaksaan Negeri Kep. Talaud atas nama Tersangka Marson Londorang melakukan Tindak Pidana Pengancaman dan disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Kejadian bermula ketika saksi korban Laban Salibana sedang berada di dalam kamarnya, tiba tiba terdengar teriakan. Saat saksi korban keluar kamar ternyata yang berteriak adalah Tersangka Marson Londorang yang sedang dalam keadaan mabuk. Tersangka berteriak dan mengancam akan membunuh saksi korban. Kemudian Ayah saksi korban keluar dan memberitahukan kepada tersangka kalau saksi korban tidak ada di rumah dan menyuruh tersangka untuk pulang. Selang 15 (lima belas) menit tersangka kembali lagi ke rumah saksi korban namun keluarga saksi korban tidak menggubrisnya karena Ayah saksi korban melihat tersangka membawa pisau di pinggangnya. Kemudian tersangka datang lagi untuk yang ketiga kalinya pada pukul 17.30 WITA dan mengetuk-ngetuk pintu sambil mengancam akan melakukan pembunuhan tersebut.Namun,karena tidak ada tanggapan dari keluarga akhirnya tersangka memutuskan untuk pergi.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada Korban dan Korban pun memaafkan perbuatan Tersangka. Tersangka pun sudah mengembalikan sepeda motor Korban.
Usai tercapainya kesepakatan tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Kep.Talaud mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Setelah mempelajari kasus tersebut, Wakajati Sulut, Transiswara Adhi sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan permohonan pun disetujui pada tanggal 26 September 2024.
Selain itu, Wakajati Sulut juga melaksanakan ekspose 2 (dua) Perkara lain melalui mekanisme Restorative Justice terhadap tersangka yaitu, Stevina Langelo dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP atas Tindak Pidana Penganiayaan. Kemudian untuk tersangka kedua yaitu, Marselino Karamoy dari Kejaksaan Negeri Bitung, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP atas Tindak Pidana Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
1. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
2. Tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka, ancaman pidana penjaranya tidak lebih dari 5 (Lima) Tahun.
3. Tersangka menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulanginya lagi baik terhadap korban maupun kepada orang lain.
4. Tersangka dan Korban telah melakukan perdamaian di hadapan Penuntut Umum yang dihadiri oleh para saksi dan perwakilan Masyarakat.
5. Tersangka telah melakukan pemulihan dengan mengembalikan kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatan tersangka.
Ekspose perkara ini juga dihadiri oleh Kepala Kejaksaan Negeri Bitung Yadyn, Kepala Kejaksaan Negeri Kepulauan Talaud Yanuar Utomo, Kepala Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan La Ode Muhammad Nusrim, dan Kasipidum Kejari Bitung, Kejari Kep. Talaud dan Kejari Minahasa Selatan. (Fernando Rumetor)
Tinggalkan Balasan