AMURANG – Tehitung 1 Januari 2020, Rumah Sakit (RS) Cantia Tompasobaru, Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) tidak lagi melayani pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Direktur RS Cantia Tompasobaru Indra Silaen mengatakan, BPJS Kesehatan telah melakukan kredensial pelayanan di 2019 untuk RS Cantia Tompasobaru sesuai tipe rumah sakit berdasarkan Permenkes Nomor 56 Tahun 2014 dan hasil yang diperoleh adalah 73 dari standar kelulusan adalah 75.

“Ditambah dengan temuan adanya hal-hal yang dianggap fraud oleh BPJS, menjadikan keputusan akhir oleh BPJS untuk tidak memperpanjang kerja sama terhitung sejak 1 Januari 2020 pukul 00.00 WITA,” ungkap Silaen.

Lanjut dia, dalam hal ini pihak manajemen telah berusaha untuk mengajukan perpanjangan kerja sama dengan pihak BPJS.
“Namun, keputusan mutlak berada pada pihak BPJS Kesehatan. Oleh sebab itu, kami mohon maaf kepada masyarakat Tompasobaru dan sekitarnya apabila terjadi kekisruhan dan semoga dapat dipahami,” tambah Silaen.

Adapun, kasus yang tergolong gawat darurat tetap akan dilayani dan ditangani sebagai pasien BPJS dan akan dilanjutkan perawatannya ke Rumah Sakit lain yang bekerja sama dengan BPJS.

“RS Cantia Tompasobaru juga melayani pasien umum secara kasih tanpa perbedaan.
Semoga ke depannya RS Cantia dapat bekerja sama kembali dengan BPJS Kesehatan,” jelasnya.

Sekadar informasi, RS Cantia telah terakreditasi oleh KARS 2017 dan telah diverifikasi setiap tahun hingga 2019.

Kepala BPJS Kesehatan Kantor Cabang Tondano, Doni Jembar Saefuddin mengatakan, hal ini berkaitan dengan fokus perbaikan layanan sehingga BPJS Kesehatan cabang Tondano tidak melanjutkan kerja sama dengan sejumlah RS.

“Dibutuhkan komitmen yang kuat dari pimpinan manajemen rumah sakit beserta jajarannya untuk memastikan layanan kesehatan yang diselenggarakan benar-benar sesuai regulasi dan kebutuhan medis pasien Jaminan Kesehatan Nasional, Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS),” ungkap Saefuddin.

Dia menyatakan BPJS Kesehatan selalu berkoordinasi dan berkerja sama dengan dinas kesehatan kabupaten/kota untuk memastikan pelayanan kesehatan di masing-masing daerah berjalan optimal.

“Untuk memastikan pelayanan kesehatan berjalan optimal, maka selain persyaratan mutlak dan persyaratan teknis yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014, untuk bekerja sama atau melanjutkan kerja sama dengan BPJS Kesehatan, rumah sakit wajib memastikan pelayanan tanpa iur biaya,” tambah Saefuddin.

Kualitas pelayanan kesehatan kepada pasien Peserta JKN-KIS merupakan salah satu fokus utama BPJS Kesehatan. Sepanjang 2019 ini, ditemukan adanya pelayanan kesehatan yang meminta peserta JKN-KIS untuk membayar biaya atau iur biaya, untuk pelayanan obat, transfusi darah, laboratorium dan ambulans.

“Menyikapi permasalahan tersebut, BPJS Kesehatan telah melakukan koordinasi dan supervisi ke RS yang ditemukan adanya indikasi melakukan pelanggaran. Hal tersebut dilakukan dengan harapan adanya komitmen Pimpinan Manajemen RS untuk melakukan perbaikan. Untuk RS yang terbukti masih melakukan pelanggaran tersebut, dikirimkan surat teguran pertama, dan selanjutnya bila belum ada perbaikan, dilanjutkan dengan surat teguran kedua dan seterusnya,” jelas Saefuddin.

Sampai penghujung 2019, tercatat beberapa RS yang saat ini masih dalam membutuhkan beberapa perbaikan layanan kesehatan khususnya pelayanan kesehatan tanpa iur biaya.

“Untuk RS tersebut perjanjian kerja sama berlaku sampai 31 Desember 2019 belum akan dilanjutkan di 2020 sampai adanya komitmen yang sungguh-sungguh dari manajemen RS. Adapun beberapa Rumah Sakit yang saat ini belum akan dilanjutkan kerja sama di 2020 adalah RSU Gunung Maria Tomohon, RSU Cantia Tompaso baru dan RSIA Kasih Fatimah Kotamobagu,” tambah Saefuddin.

Dengan adanya kerja sama yang belum dilanjutkan ini, diharapkan pihak RS dapat memanfaatkan kesempatan untuk memperbaiki layanan sesuai ketentuan.
“Agar nanti saat sudah benar-benar siap, dapat mengajukan kerja sama kembali kepada BPJS Kesehatan. Dan perlu untuk dipahami bahwa hal ini dilakukan bukan karena terkait dengan kondisi defisit. Namun semata-mata untuk perbaikan layanan kesehatan bagi peserta JKN-KIS,” pungkas Saefuddin. (Jivlater Langi)