MANADO – Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi Utara (BPN Sulut) masih menemukan banyak indikasi pelanggaran tata ruang yang ada di Bumi Nyiur Melambai.

Kepala Kanwil BPN Sulut, Jaconias Walayo menyebut dari hasil temuan pihaknya, pada tahun 2015 terdapat sekira 44 kasus dan pada tahun 2019 ada sekira 66 kasus.

“Kita belum bisa memastikan jenis pelanggaran tata ruangnya seperti apa, kita perlu bekerja sama dengan instansi terkait termasuk Kepolisian dan Pemerintah Kota/Kabupaten. Jadi ini masih panjang,” ungkapnya di sela-sela Rapat Pembahasan Kasus Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Penataan Ruang Daerah Provinsi Sulut Tahun Anggaran 2023, di Ibis Hotel Manado, Selasa (18/7/2023).

Pihak BPN pun, kata Walalayo, mempunyai perhatian dan atensi untuk melakukan penertiban terkait pemanfaatan tata ruang yang keliru atau tidak sesuai dengan aturan yang ada.

Dalam menyelesaikan kasus itu, para PPNS memiliki peranan yang penting. “Apakah indikasi benar atau tidak tergantung dari hasil penelitian. Ini tugas kita sebagai PPNS agar tidak bertambah,” ujar Walalayo.

Tahun ini, para PPNS ditargetkan menyelesaikan tiga kasus terkait pelanggaran tata ruang yang akan ditindaklanjuti dan dilakukan pembahasan di Kementerian. “Tiga kasus itu kita akan lakukan pendalaman lebih jauh,” tuturnya.

Ia pun menjelaskan beberapa hal yang menyebabkan timbulnya permasalahan dalam penataan ruang. Pertama, terjalinnya keselarasan dalam penempatan tata ruang. Kedua, terjalinnya konflik kepentingan antar sektor. Ketiga, terjalinnya penyimpangan penataan ruang. Keempat, terjalinnya kepentingan politik.

“Secara umum pelanggaran tata ruang yang sering terjadi adalah penempatan tata ruang yang tidak sesuai dengan peruntukan dan penempatan ruang yang baik dan benar,” bebernya.

Misalnya, menyangkut area terbuka ruang hijau yang dijadikan pelabuhan, kios, restoran atau hotel. Adanya, intensitas pembangunan yang seharusnya di lokasi tersebut harus punya izin.

“Izin itu punya kriteria, harus berapa lantai, tetapi saat dibangun lebih daripada lantai yang dibangun. Ini ada kasus yang secara nasional pernah terjadi di Kota Bandung. Izinnya dikeluarkan lima lantai tapi yang dibangun tujuh sampai delapan lantai,” jelas Walalayo.

Permasalahan seperti ini pun menjadi tanggung jawab bersama. Secara khusus PPNS, sebagai penyidik untuk membantu penyidik Polri mewujudkan tertib tata ruang di semua tingkat penyelenggaraan Pemerintah dan kehidupan masyarakat.

Untuk itu, Oni menegaskan, PPNS merupakan salah satu instrumen yang penting dalam menegakkan UU nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang dan peraturan turunan lainnya. 

“Regulasinya sudah jelas, harus ada yang kawal tentang penempatan ruang sesuai dengan fungsi ruang itu sendiri, salah satunya adalah PPNS yang harus berperan kerjasama dengan instansi terkait,” tukasnya.

Turut hadir dalam kegiatan itu Plt Kepala Dinas PUPR Sulut Deacy Paat, Kepala Bidang Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kanwil BPN Sulut Rahmat Nugroho, serta para PPNS dan perwakilan instansi terkait. (Fernando Rumetor)