JAKARTA – Pada Maret 2020 lalu beredar video seorang wanita berseragam pegawai negeri sipil (PNS) sedang membagikan kartu kepada rekannya. Rekannya yang juga wanita tampak serius memperhatikan kartu-kartu yang dibagikan. Postingan di media sosial tersebut menjadi viral dan videonya dibagikan hingga puluhan ribu kali.
Tidak diketahui persis di daerah mana kedua PNS tersebut berasal. Meski demikian, beragam komentar bernada kecaman menyertai beredarnya video tersebut. PNS dinilai tidak seharusnya bermain kartu, atau melakukan aktivitas bermain lainnya ketika berada di kantor dan pada saat jam kerja.
PNS “menganggur” di jam kerja bukan pemadangan baru. Di instansi pemerintah daerah, hal ini mudah ditemukan. Mereka ini masuk kategori PNS tenaga pelaksana atau administrasi. Minimnya kegiatan di kantor membuat banyak PNS tidak produktif.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo menyebut ada sekira 1,6 juta PNS yang masuk kategori tenaga administrasi. Mereka menempati instansi pusat dan daerah. Jumlah PNS yang dinilai tidak produktif ini tergolong besar karena mencapai 38% dari keseluruhan jumlah PNS yang sebanyak 4,1 juta orang. Komposisi PNS administrasi ini bahkan paling besar dibanding yang lain, yakni struktural 11%, teknis/kesehatan 14%, guru dan dosen 37%.
“PNS tenaga administrasi yang 1,6 juta ini bertahap akan ditingkatkan kapasitasnya dengan tambahan pendidikan. Untuk yang tidak bisa ya mengisi posisi staf administrasi di semua tingkatan baik kementerian/lembaga dan daerah,” ujar Tjahjo saat dihubungi Senin (3/8/2020).
Keberadaan PNS administrasi ini mayoritas warisan masa lalu. Pengangkatan honorer kategori dua (K2) menjadi PNS tanpa tes juga berkontribusi membuat jumlahnya makin besar. Perekrutan CPNS di masa lalu yang berbau kolusi dan nepotisme juga penyebab makin besarnya jumlah PNS administrasi ini.
Pemerintah menyadari PNS administrasi ini telah menjadi beban birokrasi. Mencegah hal tersebut terus terjadi, Kemenpan RB mendorong perubahan sebagai bagian dari reformasi birokrasi yang didengung-dengungkan pemerintah. Jumlah PNS administrasi ini akan dikurangi. Caranya dengan mengerahkan mereka untuk mengabdi di desa-desa. PNS adminsitrasi tersebut akan diubah menjadi tenaga fungsional dengan terlebih dulu meningkatkan kompetensinya. Mereka akan difungsikan sebagai tenaga guru, penyuluh pertanian, penyuluh KB dan penyuluh kesehatan.
“Pemerintah meningkatkan kapasitas tenaga-tenaga administrasi yang potensial. Ini agar mereka memiliki kemampuan spesifik yang dapat mengisi tenaga-tenaga teknis yang masih sangat diperlukan,” ujar Tjahjo.
Dia menyebut PNS administrasi kian menjadi beban birokrasi di masa pandemi Covid-19. Pandemi mengharuskan PNS bekerja dari rumah atau work from home (WFH) selama beberapa waktu. Berhubung keterampilan PNS tenaga administrasi ini minim, mereka tak jarang kesulitan bekerja dengan menggunakan perangkat komputer atau teknologi. Padahal, justru di masa new normal dibutuhkan PNS yang responsif, adaptif, dan bisa mengambil kebijakan berbasis fakta.
Kendati menyadari membebani birokrasi, Tjahjo mengaku tidak bisa begitu saja memberhentikan atau memecat PNS tersebut. “Jujur saja, Kemenpan RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) agak kesulitan menata 1,6 juta PNS tenaga administrasi. Kan tidak mungkin kami berhentikan, kecuali mereka dengan sadar minta pensiun dini,” ujar Tjahjo dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI secara virtual beberapa waktu lalu.
Meski dinilai menjadi beban birokrasi, namun PNS administrasi dinilai tidak bisa dihilangkan sepenuhnya. Pasalnya kebutuhan akan tenaga administrasi tetap masih ada.
Pakar administrasi publik dari Universitas Padjajaran (Unpad) Yogi Suprayogi mengatakan, idealnya keberadaan PNS administrasi proporsional, tidak seperti sekarang yang porsinya berlebihan. Tanpa tenaga administrasi birokrasi pun akan sulit bekerja maksimal. Pasalnya tidak semua tugas dan fungsi tenaga administrasi bisa digantikan teknologi.
“Di luar negeri juga tetap ada tenaga administrasi. Hanyayang harus dikendalikan adalah jumlahnya jangan terlalu banyak,” ujarnya.
Dia sepakat bahwa penghapusan lowongan tenaga administrasi di seleksi CPNS bisa menjadi salah satu cara menghambat pertambahan jumlah PNS pelaksana ini.
Ditambahkan, tidak hanya jumlah yang harus dikendalikan tapi masalah kompetensi PNS administrasi juga perlu ditata. Yogi menyebut masih banyak PNS tenaga administrasi yang kompetensinya masih belum sesuai harapan.
“Tenaga administrasi ini warisan masa lalu. Banyak penyumbangnya dari honorer kategori dua (K2) yang dulu sempat bisa jadi PNS tanpa tes. Belum lagi yang jadi PNS karena kedekatan sehingga tidak ada tes kompetensi,” ujarnya.
Yogi mengatakakan bahwa pendidikan dan pelatihan harus terus digenjot untuk meningkatkan kompetensi PNS tenaga administrasi. Namun dia mengingatkan bahwa pendidikan dan pelatihan haruslah berbasis keterampilan. (Koran Sindo)