MANADO — Harga kopra di pasaran memasuki periode terburuk sepanjang sejarah. Imbasnya, petani kelapa di Sulawesi Utara (Sulut) kini kehilangan asa. Komoditas andalan yang menjadi penggerak perekonomian warga Sulut, sudah kehilangan taji. Betapa tidak, penurunan sejak 2017 lalu, sangat signifikan. Di akhir tahun sekira Rp11.000 per kilogram (kg). Sementara di awal semester 2018, menukik hingga Rp6.000-7.000 rupiah/Kg. Sedangkan, jelang akhir tahun ini, kian memburuk di kisaran Rp2.000-3.000 rupiah/Kg.
Menanggapi persoalan di pasaran, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) menyiapkan lima solusi mengatasi masalah kopra. Tujuannya supaya pemanfaatan jumlah produksi kelapa dan turunannya oleh para petani bisa menghasilkan nilai ekonomi dengan pemanfaatan minyak kelapa. Hal tersebut disampaikan Gubernur Olly Dondokambey, Senin (26/11/2018)
Kata Olly, Sulut telah lama dikenal sebagai salah satu daerah sentra penghasil produk olahan dari tanaman kelapa (Cocos Nucifera) di Indonesia. Jumlah produksi kelapa di Sulut sangatlah besar. Pada 2017, produksi kelapa dari perkebunan rakyat di Sulawesi Utara mencapai 255.000 ton dengan luas areal 271.000 hektar.
“Dengan jumlah produksi tersebut, potensi meningkatkan pendapatan petani dengan hasil panen kelapa serta pembuatan produk-produk turunan kelapa sangatlah besar. Namun, belakangan ini harga kopra yang merupakan salah satu produk turunan kelapa yang banyak di produksi Sulut menjadi anjlok,” ungkap Olly.
Dia mengakui, banyak hal yang menyebabkan anjloknya harga kopra. Di antaranya, karena turunnya permintaan Crude Coconut Oil (CCO) di dunia. Penurunan harga CCO ini kemudian ditambah dengan melonjaknya produksi CCO dari negara-negara produsen. Hal ini merupakan mekanisme pasar dunia, di mana Pasar CCO berada di Belanda.
Menyikapi permasalahan tersebut, Pemprov Sulut telah menyiapkan langkah-langkah untuk mendongkrak kembali harga kopra dan kelapa pada umumnya.
“Pertama kami telah melakukan pertemuan dengan seluruh kepala daerah dari Provinsi serta Kabupaten penghasil kelapa di Indonesia,” ujarnya
Menurutnya, pertemuan tersebut berlangsung beberapa kali, di mana yang terakhir dilakukan pada Konferensi Nasional Kelapa IX & Internasional Coconut Conference dan Expo 2018 di Sulut, belum lama ini. Dia menuturkan, kegiatan yang dilaksanakan selama lima hari tersebut, turut hadir pula para perwakilan asosiasi pengusaha kelapa seluruh Indonesia dan internasional.
“Kedua, permasalahan ini pula telah mendapat respon dari pemerintah pusat. Presiden Jokowi telah membuat kebijakan minyak nabati dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2018, tentang mandatori biodiesel untuk sektor Public Service Obligation (PSO) dan non-PSO,” tuturnya.
Menurut Olly, kebijakan tersebut mendasari pembuatan Solar B20 untuk tahun anggaran 2019. Selain itu perluasan mandatori biodiesel 20% (B20) bertujuan untuk mengendalikan permintaan minyak kelapa sawit (CPO) secara global. Dengan demikian pemanfaatan minyak kelapa akan semakin besar.
“Ketiga, Sulut akan galakkan kembali penggunaan minyak kelapa untuk konsumsi harian masyarakat yaitu dengan menjadi minyak goreng,” tegasnya.
Politisi PDIP ini melanjutkan, keempat, pemerintah OD-SK juga sudah mengajak para investor untuk industri kelapa terpadu di Sulut. Kemudian kelima, pemerintah dan Balai Penelitian Kelapa dan Palma Lain (Balitka) Provinsi Sulut, bekerjasama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sementara membangun Laboratorium Khusus Kelapa di Mapanget, Kota Manado.
Laboratorium ini menurutnya berfungsi untuk mengembangkan teknologi pengolahan kelapa di Sulawesi Utara sehingga produksi kelapa akan semakin meningkat. Terkait bantuan langsung kepada petani kelapa, gubernur menjelaskan bahwa pemerintah telah dan akan menyalurkan bantuan berupa alat pengolahan minyak kelapa kepada para petani melalui kelompok tani yang terdaftar.
“Untuk 2018, kami telah menyalurkan bantuan 12 unit alat pengolah minyak kelapa. Untuk tahun 2019 kami telah menyiapkan anggaran sebesar 6 miliar untuk pengadaan alat pengolahan minyak kelapa. Nantinya alat tersebut akan dibagikan kepada kelompok tani yang terdaftar di seluruh kabupaten/kota di Sulut,” ungkap Olly.
Dia memaparkan, kabupaten penerima bantuan UPH minyak kelapa yakni Kabupaten Minsel 1 unit/1 poktan, Mitra 4 unit/4 poktan, Bolmut 2 unit/2 poktan, Minahasa 2 unit/2 poktan, Talaud 2 unit/2 poktan dan Bolmong 1 unit/1Poktan. Jumlahnya 12 unit pengolah minyak kelapa.
“Langkah-langkah ini diambil guna meningkatkan kembali kesejahteraan para petani kelapa, khususnya di Provinsi Sulut. Mari sama-sama kita menjaga stabilitas keamanan agar supaya para investor merasa nyaman dan aman berinvestasi di daerah ini,” tutupnya.
Pemerhati perkebunan Sulut, Johnes Kaseger sangat mengapresiasi upaya yang dilakukan Gubernur Olly Dondokambey. Dia menuturkan, adanya solusi terkait masalah kopra memang sangat mendesak sebagaimana yang diharapkan para petani saat ini.
“Kan harganya lagi anjlok. Apalagi harga kopra ini tidak dapat diintervensi oleh pemerintah karena tergantung harga pasar dunia. Kalau ada upaya solusi seperti ini, tentu akan menjadi hal yang baik untuk tetap mempertahankan produksi kelapa di daerah ini yang hasilnya dapat menguntungkan para petani sendiri,” bebernya. (KORAN SINDO MANADO/Rivco Tololiu)
Tinggalkan Balasan