MANADO — Kepolisian Daerah (Polda) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) mengungkapkan, sedang memroses sebanyak 23 kasus terkait dugaan penyalagunaan dana desa (dandes).
“Saat ini, ada sebanyak 23 kasus dandes yang sedang diproses. Dalam penyelidikan (lidik) ada 21 kasus dan penyidikan (sidik) ada dua kasus. Sebanyak 11 kasus di Polres Kotamobagu, tujuh kasus di Polres Minahasa Selatan (Minsel) dan tiga kasus di Polres Minahasa,” beber Direktur Krimsus Kombes Pol Dedi Sofiandi, ketika diundang menjadi narasumber dalam Forum Mingguan KORAN SINDO MANADO, Kamis (29//11/2018), di Rumah Kopi Billy (RKB), Manado.
Dedi menjelaskan, untuk modusnya kebanyakan terkait dengan kurangnya transparansi pengelolaan dandes. Kemudian ada oknum kepala desa yang arogansi dan tidak terbuka dalam penyusunan laporan yang tidak benar dan mark up anggaran. “Karena hal-hal tersebut, maka saat pertanggungjawaban susah untuk dilakukan,” beber dia.
Dia menjelaskan, lebih memberi solusi seharusnya dalam awal penerimaan dandes melakukan musyawarah antara kepala desa, perangkat desa dan semua masyarakat. Membahas dikemanakan anggaran dandes dan akan dibuat apa.
“Misalkan dalam musyawarah bisa disetujui pembuatan jembatan di kampung A atau B dan lainnya,” terangnya.
Dedi menambahkan, untuk pengawasan pihak kepolisian terus mengawasi dandes melalui Babinkamtibmas yang ada di desa, namun tidak boleh terlibat dalam dandes.
“Setiap saat pihak kepolisian mengawasinya. Ini perintah Kapolri,” tandasnya.
Agus Mujoko, yang juga perwakilan dari Ditreskrimsus Polda Sulut menyatakan, pihaknya berhak untuk mengawasi dandes, tetapi tidak ikut campur dalam urusan pengelolaannya.
Dia berharap, masyarakat juga boleh mengawasi dandes, dan jika ditemui ada kejanggalan bisa dilaporkan ke pihak kepolisian.
“Kita tidak mentolerir jika ada laporan demikian. Intinya, kita juga turut mengawasi proses penggunaan dandes tersebut di setiap desa,” pungkasnya. valentino warouw
Tinggalkan Balasan