MANADO — Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Provinsi Sulut bergerak cepat menangani empat korban dugaan perdagangan manusia (trafficking) yang sebelumnya diamankan pihak Polresta Manado.

Keempat korban tersebut yakni IS, 28, RT,19, AD,16 dan DT 16, tercatat warga yang berdomisili di Kota Manado, kini telah menjalani masa pembinaan di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sulut.

Kepala Dinas P3A Sulut Mieke Pangkong menjelaskan, keempat perempuan dugaan korban  trafficking tersebut terpengaruh iming-iming gaji besar untuk bekerja di Papua.

“Mereka tergiur tawaran gaji yang mencapai Rp4 juta per bulan yang ditawarkan pelaku yang kini telah diamankan di Polresta Manado,” ungkap Mieke, Senin (20/1/2020).

Lanjut dia, pihaknya juga sudah meminta keterangan lanjutan kepada keempat korban tersebut. Seperti korban RT yang merupakan seorang Ibu Rumah Tangga (IRT) yang sebelumnya pernah bekerja sebagai sopir ojek daring.

Sedangkan IS, dijelaskannya, adalah seorang ibu muda yang sudah bercerai. Kemudian AD dan DT adalah remaja yang sudah putus sekolah sejak SMP dan baru akan mulai bekerja ke Papua. Mereka berempat berdomisili di Kota Manado.

“Kita beri mereka pembinaan di sini selama tujuh hari. Ada pendeta, ustat dan psikolog yang memberikan mereka pembinaan di sini,” sebutnya.

Mieke membeber, sesuai keterangan para korban, mereka bersyukur karena tidak jadi diterbangkan ke Papua Barat untuk bekerja di salah satu tempat hiburan.

“Mereka tidak tahu kalau di sana nanti mereka bisa dijual ke lelaki hidung belang. Mereka baru tahu setelah diberikan penjelasan akan modus yang dipakai para pelaku yang merekrut mereka dengan alasan akan bekerja sebagai karyawan di café atau tempat hiburan malam dengan gaji besar,” ungkap dia.

Mieke mengatakan, para korban mengaku saling mengenal saat bersama di dalam mobil menuju ke bandara Sam Ratulangi Manado. Rencananya, Sabtu (18/1) lalu, mereka akan diberangkatkan dengan pesawat pertama menuju Sorong.

“Setelah tiba di Sorong, mereka akan lanjut lagi ke Bintuni menggunakan kapal laut. Kurang lebih satu hari lagi baru tiba di sana,” jelasnya.

Dia menuturkan, saat ditanyakan asal muasal ketertarikan untuk bisa berangkat ke Papua, mereka menjawab ada mucikari yang mengiming-imingi dengan gaji sebesar Rp4 juta per bulan. Sementara pekerjaannya hanya menemani pengunjung.

“Tidak dibilang nama tempatnya, tapi cuma dibilang kalau di sana per hari bisa dapat Rp1 juta untuk tip-nya. Terus para korban rencananya dikontrak tiga sampai empat bulan. Makanya mereka tertarik,” beber Mieke.

Ia mengungkapkan, kejadian ini tentu harus menjadi pembelajaran bagi masyarakat untuk dapat mengantisipasi modus-modus trafficking yang menawarkan iming-iming bekerja dengan gaji besar.

“Ini kiranya dapat menjadi perhatian bagi keluarga, orang tua, tokoh agama dan tokoh masyarakat, serta pemerintah desa/kelurahan. Perlu berikan pemahaman kepada anak-anak khususnya perempuan untuk jeli melihat tawaran bekerja. Jangan sampai terjerumus,” pungkasnya.

Terpisah, Kasat Reskrim Polresta Manado AKP Thommy Aruan menuturkan, kronologi kejadian, di mana pada Minggu (29/12/2019) u, pelaku Winda yang tidak lain adalah mucikari tiba di Manado. Setibanya di Kota Tinutuan, pelaku mencari para wanita yang akan dibawa ke Papua Barat tepatnya di Kabupaten Bintuni untuk dipekerjakan di sejumlah cafe/club malam.

“Setelah mendapatkan korban, pelaku mengiming-imingi uang dalam jumlah besar serta menjamin menyediakan tempat tinggal dan pekerjaan menjanjikan,” jelas Aruan.

Berawal dari laporan salah satu keluarga korban, Tim Paniki yang berkolaborasi dengan unit Ranmor Polresta Manado melakukan pengembangan dan mendapat informasi bahwa mucikari akan membawa empat perempuan, di mana dua di antaranya masih di bawah umur. (rivco/deidy)