MANADO-Artisanal Gold Council (AGC) bekerjasama dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), terus mengedukasi masyarakat lingkar tambang akan bahaya dan dampak kesehatan yang diakibatkan dari penggunaan merkuri di Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK).
Hal tersebut terungkap dalam diskusi tentang Merkuri pada Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) di hotel Quality Manado, Rabu (23/1/2019).
Dalam diskusi yang diarahkan Rikson Karundeng dengan nara sumber Jull Takaliuang dari Suara Nurani Minaesaan serta instansi terkait pemerintahan, terangkat kembali akan bahaya penggunaan merkuri PT Newmont yang sudah memakan korban warga desa Buyat pada 2004 hingga 2012 silam.
“Bahaya merkuri ini sempat saya saksikan sendiri, dimana warga yang terkena dampak merkuri saya bawa langsung ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Bukan hanya orang dewasa saja, tapi juga anak-anak yang terkena dampaknya,” ungkap Jull Takaliuang.
Dirinya pun berharap ada komisi khusus Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) yang dibentuk dan dibiayai negara.
“Kalau dibiayai perusahan tambang, nanti hasilnya terkesan akan ditutupi karena mungkin telah diintervensi perusahan,” kata Jull.
Di sisi lain, Nadine Sulu dari Dewan AMAN mengatakan, bersama AGC dengan Program Emas Rakyat Sejahtera (PERS) mencoba mengedukasi masyarakat sekitar tambang seperti di Tatelu, Minahasa Utara dan Tobongon, Bolaang Mongondow Timur akan bahaya penggunaan merkuri.
“AGC mencoba menawarkan teknologi baru non merkuri dan ramah lingkungan untuk masyarakat pertambangan. Sementara AMAN lebih ke edukasi dengan menghadirkan rumah baca bagi masyatakat maupun anak terkait bahaya merkuri serta ekonomi kebersamaan dalam bentuk koperasi bersama,” kata Nadine.
Di akhir diskusi, Rikson Karundeng mengatakan, persoalan pertambangan yang berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat adat akan terus menjadi perhatian serius, untuk dicarikan solusi lewat diskusi forum yang melibatkan pihak terkait.
“Diskusi seperti ini akan rutin kita laksanakan, apalagi menyangkut keselamatan dan kesejahteraan masyarakat adat yang ada di Sulawesi Utara,” tutupnya. (Christy Lompoliuw)
Tinggalkan Balasan