BANYAK beredar keluhan dari para pelaku perjalanan yang diwajibkan karantina 14 hari di rumah isolasi atau lebih dikenal rumah singgah yang disediakan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut). Rumah singgah sendiri disediakan Pemprov Sulut untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19 di Sulut.
Sebagian besar dari pelaku perjalanan mengeluhkan fasilitas yang kurang memadai di rumah singgah tersebut. Menanggapi hal tersebut, Koordinator Tim Rumah Isolasi ODP Covid-19 Sulut, Arthur Lapian mengajak wartawan untuk melihat sendiri fasilitas yang ada di rumah singgah, salah satunya yang berada di Balai Pelatihan Kesehatan
(Bapelkes) Milil Dinas Kesehatan Daerah (Dinkesda) Sulut.
Lapian menjelaskan bahwa segala kebutuhan dari para pelaku perjalanan disediakan oleh pihaknya, mulai dari kebutuhan untuk mandi seperti sabun, handuk, sikat gigi, makanan dan minuman setiap hari, popok untuk bayi maupun lanjut usia (lansia); hingga detergen untuk mencuci baju pun disiapkan oleh Bapelkes.
“Makanannya juga sangat bagus, jadi tidak ada itu yang kelaparan. Semuanya kami sediakan semaksimal mungkin. Mereka yang ada di sini kami layani 14 hari dan kebutuhan mereka semua dijamin oleh pemerintah,”
tegas Lapian. Kepala Seksi Penyelenggaraan Pelatihan Bapelkes Kelas A tersebut juga
menyampaikan, untuk tempat tidur yang disiapkan pihaknya sebanyak 75
tempat tidur, dimana masing-masing kamar terdapat dua tempat tidur.
“Untuk di setiap kamarnya disediakan TV, springbed, kamar mandi dalam,
ada lemari untuk menyimpan baju, serta kipas angin. Memang setiap kamar ada AC tapi tidak kami nyalakan untuk mengantisipasi saja
seandainya virusnya kemudian bisa menyebar dari situ,” bebernya.
Adapun setiap penghuni bisa beraktivitas dengan leluasa di lokasi Bapelkes, dan menurut penururan Lapian, setiap hari mereka melakukan aktivitas seperti olahraga serta pemeriksaan kesehatan rutin.
“Di sini kami ada dokter, perawat dan kalau untuk anak-anak ada bidan
yang siap melayani mereka. Ada juga dokter spesialis penyakit dalam yang bisa ditelepon untuk datang apabila ada keadaan tertentu,” tukas Lapian.
Terkait beredarnya keluhan dari pelaku perjalanan dari ternate yang beberapa waktu, dirinya menyampaikan bahwa memang pada saat itu ada 125 orang yang datang, tetapi yang tempat tidur yang tersedia hanya
75, sehingga mereka awalnya ditempatkan di ruangan kelas yang berada di lantai tiga.
“Awalnya mereka ditempatkan di ruang-ruang kelas yang kami fungsikan dengan velbed (tempat tidur portabel, ringan) dan kamar mandi di luar, retapi setelah kamar-kamar siap karena ada yang sudah selesai pemantauan, mereka langsung kami masukan ke kamar-kamar yang ada,” jelasnya.
Untuk setiap kamar sendiri, sebelum ditempati oleh orang selanjutnya yang akan dipantau, Lapian membeber bahwa pihaknya terlebih dahulu melakukan penyemprotan desinfektan serta pembersihan menyeluruh terhadap setiap sisi kamar yang disediakan. “Begitu semua selesai ditata, kami semprot lagi (dengan desinfektan) sebelum orang yang baru akan masuk. Dan untuk pembagian kamar itu,
kami lakukan klasifikasi, misalnya orang ini tidak boleh sama-sama dengan yang lain. Atau pernah kontak erat dengan pasien positif, dia
tidak bisa ditempatkan di satu kamar dua orang, harus sendiri,” tutur Lapian. (Fernando Rumetor)
Tinggalkan Balasan