“Kita terus pantau, meski memang masih memakai peralatan manual. Kita juga akan berupaya berkoordinasi dan bersinergi dengan instansi terkait di pemerintahan, supaya pengawasan bisa lebih maksimal,” ungkapnya.
Akademisi Karel Najoan menerangkan, banyaknya warga Sulut yang percaya akan kabar hoaks, termasuk informasi berbau SARA yang tanpa kebenaran jelas, tentu harus menjadi perhatian semua pihak.
“Ini datangnya dari prilaku. Warga Sulut, sangat doyan menggunakan medsos dan menulis atau memposting serta meneruskan iformasi-informasi yang sumbernya tidak jelas, tanpa mengkaji terlebih dahulu,” ujarnya.
Najoan mengakui, kondisi ini memang mesti menjadi perhatian bersama, terlebih tokoh agama dan masyarakat, supaya bisa secara rutin dan terus menerus menginformasi untuk tidak merespons informasi-informasi yang dikaji bersifat hoaks.
“Kalau kita sudah bijak, pastinya informasi hoaks ini akan hilang dengan sendirinya. Artinya, tidak laku lagi,” tuturnya.
Caleg Partai Demokrat, Darmawati Dareho menjelaskan, dampak buruk dari informasi hoaks memang dapat berujung pada tindakan-tindakan negatif, seperti menimbulkan kericuhan dan sebagainya.
“Sudah banyak contoh, beberapa negara pecah dan terjadi peperangan karena dasar dari informasi hoaks. Secara pribadi, ini tentunya menjadi perhatian saya untuk dapat memberikan arahan dan bimbingan kepada masyarakat dalam mengkaji satu infromasi di medsos,” jelas Dareho.
Tinggalkan Balasan