Perselingkuhan Dominasi Kasus Perceraian di Sitaro

oleh

ONDONG – Kasus penceraian di Kabupaten Kepulauan Sitaro dalam beberapa tahun terakhir didominasi orang ketiga atau perselingkuhan. Kepala Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan (Discapilduk) Kabupaten Kepulauan Sitaro Hesky Manalang, mengatakan, angka perceraian yang tercatat, berdasar kepengurusan akte perceraian yang dikeluarkan instansi yang dipimpinnya pertengahan Juli tercatat ada sekira empat kasus menyusul penerbitan akta perceraian.

“Mungkin tahun ini angka perceraian diprediksi kembali menurun dibandingkan dua tahun terakhir sekira 40-an kasus perceraian. Sementara kasus perceraian untuk daerah Sitaro masih masuk kategori minim dibandingkan di daerah lain, itu bisa dilihat dengan sedikitnya kepengurusan akte perceraian,” kata dia,

Manalang menyebutkan, faktor pemicu perceraian adalah perselingkuhan atau adanya orang ketiga lebih mendominasi. Menyusul, kekerasan rumah tangga dan sudah tidak dinafkahi oleh suami karena ditinggal lama bekerja di luar daerah.

“Perselingkuhan seolah menjadi tren saat ini. Buktinya, perselingkuhan membuat rumah tangga hancur atau berakhir dengan perceraian,” ujarnya.

Menariknya, Manalang menuturkan, berdasarkan pantauan pihaknya dan masukan dari warga, angka perceraian yang ada di lapangan saat ini lebih dari data yang ada di instansinya.

“Mungkin, mereka enggan atau malu untuk mengurus perceraiannya. Mirisnya lagi, ada pasangan yang sudah kumpul kebo dengan orang lain tapi masih enggan untuk mengurus perceraian,” imbuhnya.

Sementara itu, Halasan Tampubolon salah satu pemerhati Sitaro, mengungkapkan, angka perceraian harus disikapi jika dari tahun ke tahun mengalami peningkatan sepatutnya diwaspadai. Keluarga yang sehat berpengaruh pada kualitas masyarakat secara keseluruhan.

“Dengan keluarga yang sehat perselingkuhan bisa diminimalisasi. Angka perceraian yang terus meningkat menunjukkan kerentanan masyarakat dalam membina persatuan, bahkan berdampak pada timbulnya banyak masalah sosial. Salah satu contohnya, akan timbul orang miskin baru karena istri dan anak ditinggal suami, padahal mereka belum bisa menanggung hidupnya sendiri,” paparnya.

Akan tetapi, lanjut Tampubolon, permasalahan yang lebih krusial selain ekonomi yakni keadaan keluarga pasca perceraian, di mana anak-anak hasil pernikahan tersebut akan berada dalam didikan keluarga broken home.

“Kondisi tersebut akan memengaruhi kejiwaan dan kepribadian anak tersebut ketika terlibat di masyarakat. Karenanya, tingkat perceraian yang terus meningkat merupakan ancaman bagi bangsa atau daerah. Tapi, syukur di Sitaro masih minim,” imbuhnya. (Jackmar Tamahari)